09 Juni 2018

Radikalisme Musuh Ekonomi Global



Radikalisme yang diusung dalam kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sontak menjadi buah bibir masyarakat global karena kekejaman dan kekerasan yang menjadi metode perjuangan mereka.  Lima benua pernah menjadi sasaran teror kelompok ini.  Kelompok radikalis ISIS adalah kelompok militan yang terbentuk tahun 2013 dan berafiliasi dengan  berbagai negara seperti Irak, Afghanistan, Libya, Asia Selatan, Arab Saudi, Nigeria, Suriah, Yaman, Pakistan, Turki, Afrika Utara, dan daerah lainnya.  Beberapa bentuk afiliasinya berupa penyediaan tenaga pasukan militan dan persenjataan.

Serangkaian teror bom di berbagai belahan dunia semakin menegaskan eksistensi kelompok radikal ISIS ini. Hal ini menjadi masalah besar bagi semua negara di dunia karena disamping peperangan terhadap ideologi juga menjadi peperangan terhadap kemanusiaan. Aksi teror bom di Konser Diana Grande, teror bom di Manila Resort Filipina, Aksi teror bom di wilayah Marawi Filipina, teror bom di Manchester Bridge Inggris, aksi teror bom di Kampung Melayu Jakarta, aksis teror bom di Paris, aksi teror bom di Stadion Sepakbola Jerman, dan aksi teror bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan adalah sebagian kecil aksi kejam ISIS di berbagai belahan dunia.

Program Nuklir Korea Utara di bawah pemerintahan Kim Jong Un juga sontak membuat dunia terperangah.  Dengan aksi peluncuran rudal berjilid-jilid semakin memanaskan situasi sosial politik dunia.  Dengan Amerika Serikat dan sekutunya sebagai target utama serangan nuklir Korut menjadi pertAnda akan terjadinya Perang Dunia ke-3.  Perang ancaman dan retorika antara kedua negara pun menghiasi halaman berita dunia.  Bila perang AS-Korut benar-benar terjadi maka dampak terhadap ekonomi global sangatlah besar.

Musuh Ekonomi Global

Lantas apakah serentetan aksis kejam ISIS dan program nuklir Korea Utara (Korut) yang terus menerus terjadi berdampak terhadap ekonomi global?  Ya pasti berdampak sangat luas terhadap ekonomi global. Aktifitas perekonomian di negara yang menjadi sasaran teror ISIS dan program Nuklir Korut menjadi terganggu, setidaknya meningkatkan risiko ketidakpastian politik dan keamanan wilayah.  Investor menjadi wait and see untuk memutuskan apakah berinvestasi atau tidak di wilayah tersebut.  Aktifitas perekonomian di lokasi kejadian pasti lumpuh dalam beberapa saat akibat serangan teror bom ISIS dan peperangan AS-Korut.  Eskalasi peristiwa bom ISIS yang tidak dapat diprediksi akan memicu kekhawatiran akan munculnya aksi serupa yang terjadi pada 11 September di gedung World Trade Center, New York, Amerika Serikat.

Harga minyak dunia, mata uang, dan pasar modal negara-negara di seluruh dunia serta kegiatan perdagangan ekspor impor menjadi tertekan dan terganggu akibat ulah kelompok teroris ISIS  dan kekhawatiran perang AS-Korut ini. Menjadi pekerjaan rumah besar dan mendesak bagi semua negara untuk menentang aksis teror oleh kelompok manapun, dan mencegah agar perang AS-Korut tidak terjadi. Pertemuan menteri-menteri keuangan dunia yang tergabung dalam G20 juga sudah menyatakan kekhawatiran mendalam akan aksi teror ISIS dan program Nuklir Korut yang akan berdampak terhadap ekonomi global.

Biaya operasional pun menjadi meningkat akibat krisis keamanan regional dan global.  Beberapa perusahaan multinasional yang beroperasi di wilayah ISIS, dan memiliki kerjasama perdagangan dengan negara lain menjadi cemas. Hal ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi. Risiko bisnis menjadi naik, dan tentu saja mendorong pelambatan ekonomi global.  

Organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization atau WTO) yang berpusat di Jenewa, Swiss memperingatkan negara-negara di dunia akan ancaman teroris ISIS ini. Data terakhir perdagangan dunia menunjukan jumlah ekspor terjadi penurunan pada produksi mobil, komponen elektronik, dan agrikultur.  Organisasi penghasil minyak dunia (OPEC) pun harus menekan angka produksi agar harga minyak dunia tidak jatuh.  Kekhawatiran akan aksi teroris ISIS di wilayah produksi minyak memicu kekhawatiran mendalam para negara penghasil minyak, seperti Arab Saudi, Irak, Iran, dan Turki.  Sanksi ekonomi untuk kelompok ISIS dan negara sekutunya berupa pelarangan pendanaan untuk kelompok teroris yang menjadi bagian dari  kesepakatan Financial Action Task Force (FATF) sangat diperlukan.  Perluasan dari FATF ini perlu dilakukan mengingat dunia sedang berada dalam ancaman serangan teroris berjilid-jilid.

Belum lagi perang AS-Korut (baca: perang dunia ke-3) sampai terjadi, akan menimbulkan ribuan bahkan jutaan korban kemanusiaan.  Ekonomi pun menjadi lumpuh.  Sanksi keras yang dijatuhkan PBB terhadap Korut sejatinya membuat negara ini berpikir seribu kali untuk segera menghentikan program nuklirnya.  Dengan tidak terjadinya perang pun Korut sudah merasakan dampaknya akibat sanksi dunia yang dijatuhkan padanya.  Mulai pengusiran diplomat Korut di berbagai dunia, Cina yang sudah memutuskan hubungan dagang dengan Korut, dan berbagai sanksi tegas lainnya.

Harus ada aksi nyata dan komitmen bersama para pemimpin negara-negara di dunia untuk mengatasi dua isu global saat ini yaitu kelompok teroris ISIS dan perang AS-Korut.  ISIS dan berbagai afiliasinya yang ingin mendirikan negara khilafah di dunia dan di Indonesia khususnya menjadi alarm global yang harus diberantas bersama-sama. Seruan dan himbauan terbukti tidak cukup mampu untuk mengatasi kedua isu global tersebut, melainkan dibutuhkan aksi nyata para pemimpin dunia untuk menumpas gerakan kelompok ISIS dan berbagai afiliasinya serta melakukan denuklirisasi Korea Utara.  Niscaya ancaman terhadap ekonomi global bisa diatasi.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon