Saat ini dunia sedang dilanda resesi ekonomi akibat pandemi covid-19, mau tidak mau, suka tidak suka setiap pelaku bisnis harus siap menghadapinya. Perbankan sebagai salah satu pelaku bisnis di sektor keuangan sangat rentan terhadap ketidakpastian dan turbulensi ekonomi. Oleh karenanya, bank-bank perlu melakukan bank stress test atau uji ketahanan bank secara berkala untuk mengetahui seberapa kuat bank bertahan dan bagaimana cara bereaksi terhadap tekanan berbagai risiko ketidakpastian ekonomi yang terjadi akibat pandemi covid-19.
Penulis mencoba memaparkan secara umum bagaimana proses bank stress test dijalankan. Bank Stress Test (BST) adalah suatu piranti yang digunakan perusahaan atau pemerintah untuk mengukur seberapa kuat ketahanan suatu perusahaan (bank) menghadapi berbagai tekanan risiko dan gejolak ekonomi yang terjadi. Muara atau ujung dari sebuah BST adalah ketahanan modal (equity) bank itu sendiri, semakin besar modal bank maka semakin kokoh bank tersebut. Metode yang digunakan dalam mengukur bank stress test atau uji ketahanan bank harus memuat parameter risiko kredit (NPL, LDR), risiko suku bunga, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko reputasi, risiko pasar uang (nilai tukar Rupiah) dan pasar modal, dan risiko modal (CAR).
Bank Stress Test dilakukan untuk menguji ketahanan suatu bank atas risiko kredit yang timbul. Bank harus mematok limit atau batasan angka risiko kredit yang mampu ditanggung bank seperti tunggakan cicilan sampai dengan kredit macet (NPL). Terkait pandemi covid-19, pada angka NPL berapa persen bank mampu bertahan. Kebijakan relaksasi atau restrukturisasi kredit yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan bisa membantu bank menghadapi tekanan risiko kredit macet akibat pandemi covid-19. Kebijakan Bank Indonesia yang memberi kelonggaran Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Loan to Funding Ratio (LFR) hingga mencapai 94% diharapkan dapat membantu bank menghadapi tekanan risiko kredit macet. Ketepatan strategi mitigasi risiko kredit sangat penting dilakukan oleh bank agar terhindar dari kebangkrutan.
Bank Stress Test juga menguji ketahanan bank terhadap risiko likuiditas yang akan timbul akibat resesi ekonomi pandemi covid-19 yang terjadi. Cash flow bank mengalami tekanan sampai sedalam apa yang disebabkan krisis yang terjadi saat ini. Akibat cash flow yang terganggu karena tidak lancarnya pembayaran cicilan debitur maka bank harus menyiapkan strategi mitigasi risiko likuiditas yang tepat. Bank harus mematok limit rasio likuiditas seperti current ratio dan quick ratio agar bank mampu menghadapi tekanan risiko likuiditas. Kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Indonesia baik GWM Primer, GWM Sekunder, atau GWM-LFR diharapkan dapat membantu bank menghadapi tekanan risiko likuiditas.
Bank Stress Test mengukur seberapa kuat bank bertahan terhadap risiko operasional yang muncul sebagai dampak pandemi covid-19. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau bahkan paling ekstrem lockdown membuat kegiatan operasional perbankan secara fisik terganggu. Efek negatifnya, upaya untuk memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh pasti akan terganggu.
Bank Stress Test didisain untuk menghadapi risiko reputasi bank yang bakal muncul. Di tengah pandemi covid-19 skenario, sudah ada beberapa bank yang mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak mampu mencairkan penarikan simpanan nasabah. Reputasi semacam ini sangat merusak citra dan brand bank tersebut dan perbankan secara keseluruhan.
Bank Stress Test dilakukan untuk menakar seberapa kuat bank terhadap risiko pasar uang dan pasar modal. Gejolak nilai tukar rupiah pada rentang nilai berapa yang mampu ditanggung bank terkait dengan penurunan rasio kecukupan modal (CAR). Gejolak harga di bursa saham mampu ditanggung bank di kisaran harga berapa agar CAR tidak merosot tajam. Itu semua membutuhkan strategi mitigasi risiko yang tepat dan cermat.
Bank Stress Test ini pada akhirnya berujung pada seberapa kuat modal bank menghadapi benturan atau turbulensi yang terjadi. Hal itu ditandai dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) yang tinggi. Semakin tinggi CAR suatu bank maka semakin kuat bank tersebut menghadapi guncangan yang terjadi. Rata-rata CAR perbankan Indonesia di kisaran angka 17% - 23% pada tahun 2013 sampai tahun 2020.
Bank Stress Test bisa didisain berdasar pada beberapa skenario antara lain skenario bila nilai tukar rupiah menyentuh level IDR20.000 per USD, skenario pandemi covid-19 berlangsung sampai akhir tahun 2020, skenario suku bunga acuan Bank Indonesia, dan skenario IHSG pada level 400. Bisa saja bank berkreatifitas membangun sebuah model skenario yang menggambarkan posisi bank saat ini. Dengan demikian, strategi mitigasi risiko yang tepat dan cermat akan benar-benar mampu menghasilkan Score BST yang menggambarkan posisi keuangan dan permodalan bank untuk mampu menghadapi berbagai tekanan ekonomi yang terjadi, terutama di masa pandemi covid-19.
2 comments
cara ngitung stress test bank seperti apa? kalau ada contohnya akan lebih baik
Terima kasih atas masukannya pak. Bisa saya jadikan salah satu judul pada artikel selanjutnya.
EmoticonEmoticon