27 Mei 2018

Risiko Bisnis Fintech


Berbisnis dengan mengadopsi teknologi ke dalam kegiatan operasional sehari-hari menjadi booming saat ini.  Perusahaan baru fintech bermunculan dengan menawarkan produk yang beragam seperti akuntansi online, perpajakan online, layanan keuangan online, pinjaman online, peer to peer (P2P) lending, Crowdfunding, Crowdlending, dan masih banyak lagi. Apalagi baru-baru ini dirilis 250 perusahaan fintech terbaik dunia (akan diulas lebih jauh pada artikel tersendiri), membuktikan bahwa dunia bisnis global saat ini sedang mengalami pergeseran ke arah serba online.  Tingkat keuntungan yang diberikan pun sangat besar.  Meski begitu, tidak mungkin tidak ada risiko besar dalam setiap keuntungan besar (high risk high return).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bahwa bisnis fintech bagai dua sisi sebuah pisau, di satu sisi sangat nikmat namun di sisi lain bisa saja membunuh.  Bisa dilihat mulai menjamurnya perusahaan fintech di Indonesia yang menawarkan pinjaman online dan layanan keuangan lainnya dengan proses cepat dan tidak bertele-tele, tidak seperti bisnis perkreditan di perbankan konvensional yang proses kreditnya cukup rumit dan agak lama.  Berikut risiko-risiko bisnis fintech yang perlu Anda ketahui :

Risiko Kredit Macet

Seperti halnya bisnis perkreditan di perbankan konvensional, bisnis perkreditan di dunia fintech menyimpan risiko kredit macet atau pinjaman tertunggak.  Penyaluran pinjaman online secara jor-joran tanpa diikuti proses seleksi dan review yang memadai bisa jadi menjadi blunder bagi pebisnis fintech.  Namun, namanya juga pinjaman online, segala sesuatu diproses secara online dengan menggunakan robot dan aplikasi software canggih yang bisa mengerjakan pekerjaan manusia dalam hitungan menit seperti pengumpulan berkas data, analisa kalayakan kredit dan appraisal agunan.  Teknolgi algoritma yang dipakai perusahaan fintech di dalam aplikasi software berbasis web dan androidnya sudah cukup membuktikan keampuhan bisnis penyedia pinjaman online ini dari risiko kredit macet.

Risiko Bangkrut

Tidak sedikit perusahaan fintech dalam memulai bisnis menggunakan pendanaan dari pihak ketiga yang mensyaratkan bunga pengembalian.  Ini adalah salah satu langkah bisnis yang berisiko tinggi karena apabila perusahaan fintech tidak mampu mencetak keuntungan maka uang yang sudah diinvestasikan pun akan menguap, dan bunga dan pokok pinjaman pihak ketiga pun tidak mampu dilunasi. Selain itu, rentannya bisnis penyedia pinjaman online dari tindakan fraud atau penyelewengan, juga menjadi risiko bisnis tersendiri bagi dunia fintech.  Namun, ada juga sebagian perusahaan fintech yang mengambil jalan aman dengan menggandeng perusahaan pihak ketiga dengan kesepakatan pengembalian pinjaman modal yang dikonversikan menjadi bagian kepemilikan saham.

Risiko Rugi karena Ketatnya Persaingan

Tercatat sudah lebih dari 50 perusahaan fintech yang berdiri di Indonesia, namun hanya sedikit yang baru mendapat ijin operasional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia dan Fintech Indonesia.  Peluang bisnis ini menyimpan prospek perkembangan yang sangat pesat dan besar karena baru sedikit perusahaan yang bergerak di sektor ini.  Masih dibutuhkan lebih banyak lagi perusahaan fintech lokal dan nasional agar bisa melayani 240 juta rakyat Indonesia.  Meskipun menyimpan potensi berkembang sangat besar, harus diantisipasi risiko persaingan bisnis yang akan muncul.  Pasti setiap perusahaan akan berlomba-lomba memberi penawaran dan layanan terbaik menjadikan persaingan menjadi sangat ketat dan berakibat pada sepinya peminat pada perusahaan lain.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon